MENCARI KEBAHAGIAAN HIDUP

>> September 03, 2009

Alpen House



Mencari kebahagiaan adalah cita-cita dan harapan manusia dalam kehidupan. Ada yang berpendapat kebahagiaan terletak pada kekayaan maka mereka berlomba dan berusaha untuk memperolehnya.

Ada kelompok orang beranggapan kebahagiaan terletak kepada kekuasaan,maka berusahalah mereka untuk mencapainya, sementara ada juga menyangkakan kebahagiaan itu bisa diperoleh melalui kepuasan seks, lalu berlumbalah mereka melakukannya sampai-sampai lupa batasan dalam agama.

Kalau menurut anda sendiri apa sih makna dari kebahagiaan itu?apakah anda juga selalu berusaha untuk mencapainya saya yakin jawaban anda ”ya”.

Namun, fakta sejarah membuktikan bahawa kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan seks bukanlah kebahagiaan yang hakiki yang dicari dan diperlukan manusia. Tidak sedikit manusia terpedaya dan mengalami kehancuran gara-gara mengejar serta memburu kebahagiaan berdasarkan ketiga-tiga pendapat itu.

Dalam soal kekayaan misalnya, kisah diceritakan al-Quran pada zaman Nabi Musa adalah satu contoh paling tepat membuktikan kekayaan bukan kebahagiaan mutlak.

Qarun dengan usahanya berhasil menjadi orang paling kaya di dunia. Malangnya dalam waktu yang tidak berapa lama kebahagiaan yang dianggapnya ada pada kekayaan itu musnah akibat rasa takabur dan sombong yang tercetus dalam diri Qarun.

Qarun bersama harta kekayaannya ditelan tanah seperti firman Allah bermaksud: “Lalu Kami timbunkan dia bersama-sama dengan rumahnya di dalam tanah, maka ia tidak akan mendapat satu golonganpun yang bisa menolongnya dari azab Allah dan ia pula tidak dapat menolong dirinya sendiri.” (Surah al-Qasas, ayat 81)

Kemudian ada yang beranggapan kebahagiaan itu terletak pada kekuasaan. Maka berjuanglah mereka untuk memperolehnya dengan bermacam cara. Contoh jelas dalam soal ini ialah kisah Firaun yang berlaku pada zaman Nabi Musa.

Betapa besar kekuasaannya di bumi Mesir, sehingga dia mengaku dirinya Tuhan, tetapi kebahagiaan dirasakan berdasarkan kekuasaannya itu tidak sampai ke mana-mana. Akhirnya Allah menenggelamkan bala tentera termasuk dirinya ke dalam laut ketika mengejar Nabi Musa.

Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yang artinya: “Maka Kami pun membalas mereka, lalu Kami menenggelamkan mereka di laut dengan sebab mereka mendustakan ayat Kami dan mereka sentiasa lalai daripadanya.” (Surah al-A’raaf, ayat 136)

Seterusnya ada pula yang beranggapan kebahagiaan itu terletak pada kenikmatan seks jadi berusahalah mereka mencari kepuasan itu. Hal itu terjadi pada zaman Nabi Luth di mana kaumnya cuba mencari puncak kepuasan itu dalam keghairahan seks.

Ternyata mereka tidak dapat menemui rasa kebahagiaan pada wanita yang seharusnya menjadi pasangan mereka. Akhirnya mereka beralih mencari pasangan sejenis. Akibat perbuatan terkutuk itu akhirnya mereka dihancurkan.

Terlepas dari contoh-contoh diatas apasih arti kebahagiaan yang hakiki menurut agama islam?

Dalam Islam kebahagiaan hanya boleh dicapai dan diperoleh pada jalan beriman, bertakwa dan beramal shalih. Malahan iman mutiara paling agung dalam peribadi seorang Muslim.

Allah berfirman yang bermaksud: “Sebenarnya Allah jugalah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan memimpin kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang yang benar.” (Surah al-Hujurat, ayat 17)

Lantaran itu tidak heranlah jika kebahagiaan orang mukmin hasil daripada keimanan dan ketaqwaan meliputi dua alam iaitu alam dunia yang sementara itu dan akhirat, kekal buat selama-lamanya.

Firman Allah bermaksud: “Ketahuilah! Sesungguhnya wali Allah, tidak ada kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik) terhadap mereka dan mereka pula tidak akan berduka cita (wali Allah itu ialah) orang yang beriman serta mereka pula sentiasa bertaqwa. Untuk mereka sajalah kebahagiaan yang menggembirakan di dunia dan akhirat. Tidak ada (sebarang) perubahan pada janji Allah, yang demikian itulah kejayaan yang sebenarnya.” (Surah Yunus, ayat 64)

Kebahagiaan hakiki dalam Islam bukanlah berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan kepuasan seks, sebaliknya melalui keimanan, ketaqwaan dan amal salih. Namun, Islam tidak melarang umatnya daripada berikhtiar dan mencari harta kekayaan, ilmu serta pangkat.

Firman Allah bermaksud: “Dan tentulah dengan harta kekayaan yang dikaruniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) di dunia.” (Surah al-Qasas, ayat 77)

Tetapi harta kekayaan, ilmu dan pangkat bukan menjadi tujuan utama sebaliknya sebagai alat dan syarat kehidupan di dunia sementara ini,yang harus kita capai sebenarnya adalah kebahagiaan nanti di akhirat kelak .

Sama-samalah kita instropeksi diri kita sendiri apa sebenarnya yang mau kita capai dalam kehidupan ini.

Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Ruang Corat-coret......GRATIS!

Pengikut

  © ABUTIAR BLOG Copyright 2009

Back to TOP