MANISNYA IMAN

>> September 03, 2009

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ?anhu, dia berkata, “
Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam bersabda, artinya,

“Ada tiga hal, yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan
merasakan manisnya iman. (Yaitu); Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai
daripada selain keduanya; Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya
kecuali karena Allah; Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah
menyelamatkan darinya, sebagaimana bencinya jika dicampakkan ke dalam api.”
(Muttafaq ?alaih)

Rawi Hadits

Dia seorang sahabat Nabi yang mulia, Abu Hamzah Anas bin Malik bin an-Nadlar
an-Najjari al-Khazraji radhiyallahu ?anhu. Seorang imam, ahli baca
al-Qur’an, mufti, muhaddits, riwayatul Islam dan sekaligus pelayan
Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam. Al-Imam adz-Dzahabi mengatakan,
“Dia mendampingi Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam dengan begitu
sempurna, dan senantiasa menyertai Rasul semenjak beliau hijrah ke Madinah.
Berkali-kali dia mengikuti perang beserta Nabi shallallahu ?alaihi wasallam
dan merupakan salah seorang yang ikut berbai’at di bawah pohon (bai?atul
?aqabah).”

Anas radhiyallahu ?anhu berkata, “Aku melayani Rasulullah shallallahu
?alaihi wasallam selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah memukulku, tidak
pernah mencelaku dan tidak pernah bermuka masam di hadapanku.” Rasulullah
mendoakan Anas agar dikaruniai harta dan anak yang banyak dan doa beliau
dikabulkan Allah. Disebutkan bahwa putra-putri Anas pada masa menjelang
wafat mencapai lebih dari seratus orang. Beliau meninggal pada tahun 91 atau
92 hijriyah. Beliau adalah sahabat Nabi shallallahu ?alaihi wasallam yang
paling akhir meninggal dunia, dan ketika beliau wafat, maka bersedihlah
semua orang sehingga dikatakan, “Separuh ilmu telah pergi”.

Makna Hadits

-Tiga hal, maksudnya adalah tiga ciri atau sifat.

-Jika tiga hal itu ada pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman.
Maksud ada pada dirinya yaitu secara utuh keseluruhannya. Maka artinya
adalah ada tiga sifat yang jika tiga sifat itu ada pada seseorang maka orang
tersebut akan merasakan manisnya iman. Dan yang dimaksud dengan manisnya
iman adalah rasa nikmat ketika melakukan ketaatan kepada Allah, ketenangan
hati dan lapangnya dada.

Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Syaikh Abu Muhammad bin Abu Hamzah
berkata, “Pengungkapan dengan lafal “manis” karena Allah subhanahu wata?ala
mengumpamakan iman sebagaimana pohon, seperti di dalam firman-Nya, surat
Ibrahim 24, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik.”

Kalimat thayyibah (baik) adalah kalimatul ikhlash, kalimat tauhid, sedangkan
pohon merupakan pokok dari keimanan, cabang-cabangnya adalah menjalankan
perintah dan menjauhi larangan, daun-daunnya adalah segala amal kebaikan
yang harus diperhatikan seorang mukmin, dan buahnya adalah segala macam
bentuk ketaatan. Manisnya buah akan didapat ketika buah sudah matang, dan
puncak dari rasa manis itu adalah bila buah telah masak total, maka ketika
itulah akan terasa manisnya buah tersebut.

-Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selain keduanya, artinya
mencintai Allah subhanahu wata?ala dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada
orang lain seperti orang tua, anak, diri sendiri dan semua orang.

-Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Maksudnya
adalah hendaknya hubungan antara seorang muslim dengan saudaranya -muslim
yang lain- dilandasi dengan iman kepada Allah subhanahu wata?ala dan amal
shalih. Bertambahnya kecintaan bukan karena mendapatkan keuntungan materi
dan berkurangnya cinta bukan karena tiadanya manfaat dunia yang diperoleh,
namun ukurannya adalah iman dan amal shalih.

-Benci jika kembali kepada kekufuran, sebagaimana bencinya jika dilemparkan
ke dalam api. Di dalam riwayat lain disebutkan, “Bahkan dilemparkan ke dalam
api lebih dia sukai daripada kembali kepada kekufuran, setelah Allah
menyelamatkan dia dari kekufuran itu.” Ini maknanya lebih mendalam daripada
riwayat di atas, karena riwayat di atas menunjukkan kesamaan tingkat di
dalam membenci kekufuran dan membenci jika dibakar di dalam api.

Beberapa Faidah dan Hukum

1. Iman kepada Allah subhanahu wata?ala memiliki rasa manis yang tidak
mungkin dinikmati, kecuali oleh orang-orang yang beriman dengan sebenarnya,
yang disifati dengan ciri-ciri yang mengindikasikan sebagai ahlinya. Oleh
karena itu, tidak semua orang yang menyatakan dirinya mukmin otomatis dapat
merasakan manisnya iman itu.

2. Cinta Allah, kemudian disusul cinta Rasul-Nya shallallahu ?alaihi
wasallam merupakan ciri terpenting yang harus dimiliki oleh siapa saja yang
ingin merasakan lezatnya iman. Cinta Allah dan cinta rasul-Nya tidak boleh
diungguli oleh cinta kepada siapa pun selain keduanya. Bahkan cinta Allah
dan Rasul-Nya merupakan parameter dan tolok ukur bagi kecintaan terhadap
diri sendiri, orang tua, anak, dan seluruh manusia.

Suatu ketika Umarradhiyallahu ?anhuberkata kepada Nabi shallallahu ?alaihi
wasallam, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari pada
segala sesuatu apa pun, kecuali diriku.” Maka Nabi shallallahu ?alaihi
wasallam bersabda, “Tidak demikian, demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai dari pada dirimu sendiri.” Maka
Umar menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya engkau sekarang lebih aku cintai
dari pada diriku sendiri.” Maka Nabi mejawab, “Sekarang hai Umar,” (telah
sempurna imanmu). Anas radhiyallahu ?anhu juga meriwayatkan dari Rasulullah
shallallahu ?alaihi wasallam, beliau bersabda, artinya,
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sehingga aku lebih dia cintai
dari pada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.” Dan konsekuensi dari
cinta ini adalah memenuhi apa yang diperintahkan Allah dan Rasul serta
menjauhi apa yang dilarang Allah dan Rasul dengan penuh rasa rela dan
ketundukan yang utuh, sebagaimana firman Allah subhanahu wata?ala, artinya,
?Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.? (QS. 3:31)

3. Di antara sebab-sebab yang dapat mengantarkan seseorang memperoleh
kecintaan Allah -setelah melakukan kewajiban- adalah sebagaimana yang
disampaikan al-Imam Ibnul Qayyim, yaitu:

a.. Membaca al-Qur’an dengan merenungkan dan memahami maknanya.

b.. Mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata?ala dengan melakukan amalan
sunnah.

c.. Terus menerus berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, baik dengan
hati, lisan atau perbuatan.

d.. Mendahulukan apa yang dicintai Allah dibanding yang dicintai diri
sendiri.

e.. Berteman dengan orang-orang yang jujur mencintai Allah dan sesama
muslim.

f.. Menjauhi segala perkara yang dapat menghalangi antara hati dengan Allah.

d.. Mencintai Nabi shallallahu ?alaihi wasallam adalah merupakan tuntutan
dari kecintaan terhadap Allah subhanahu wata?ala. Ia berada di atas
kecintaan terhadap seluruh manusia.
Bersambung...


Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Ruang Corat-coret......GRATIS!

Pengikut

  © ABUTIAR BLOG Copyright 2009

Back to TOP