Mari peduli dengan fakir miskin

>> November 22, 2009


Siapa orang paling bingung pada hari-hari ini? Fakir miskin. Mereka bingung mengatur keuangan yang sedikit, sementara kebutuhan meningkat. Selain untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mereka harus membelikan baju baru buat anak dan istrinya, selain untuk diri sendiri. Di samping itu, mereka juga harus menyediakan kue dan minuman untuk suguhan para tamu.

Di hari-hari menjelang Lebaran, kami sering melihat orang-orang dari kaum papa yang berkeliling dari rumah ke rumah. Khususnya rumah orang-orang berpunya. Mereka bukan pengemis yang pekerjaannya meminta-minta. Barangkali mereka berharap mendapat luberan rezeki orang-orang kaya itu. Entah berupa zakat atau sadaqah.

Sebenarnya, bukan di hari-hari menjelang hari raya saja mereka bingung. Setiap hari mereka bingung. Mereka bingung, mau makan apa hari ini atau besok. Mereka juga bingung, bagaimana mengganti baju seragam atau baju harian anaknya yang sudah mulai buram, rapuh atau bahkan sobek. Mereka pun harus berpikir keras, bagaimana memperbaiki rumah mereka yang bocor atau mengalami kerusakan di sana sini. Sementara kondisi keuangan mereka diumpamakan baju yang kekecilan: ditarik ke atas bagian bawah jadi terbuka, ditarik ke bawah bagian atas jadi terbuka.

Ada pula yang tidak sempat berpikir tentang hal-hal tersebut terakhir karena mereka tidak memiliki rumah. Mereka juga tak peduli dengan pakaian yang melekat di tubuh mereka: “Mau buram kek, mau rapuh kek, mau sobek kek, bodo amat.” Mereka adalah kaum gelandangan. Atau orang-orang yang memiliki gubuk reot, namun kondisinya begitu miskin, dan pikiran mereka sudah terlalu sibuk dengan urusan mengisi perut mereka.

Begitulah kondisi kaum fakir miskin. Sangat mengenaskan. Saban-saban hari bagi mereka adalah hari-hari penuh perjuangan nan keras. Saban-saban hari pikiran mereka dikuras habis guna memikirkan tetek bengek di atas - hal-hal yang bagi orang kaya sudah selesai -, membuat urat-urat jadi menonjol, gurat-gurat di wajah mengeras, dan mereka pun kelihatan lebih tua dari usia sebenarnya.

Barangkali karena itu, Nabi s.a.w. mencintai mereka: kaum fakir dan miskin plus anak yatim. Beliau suka berbaur bersama mereka. Beliau tak segan makan dari satu wadah bersama mereka. Dan kalau mendapat undangan dari mereka, beliau bergegas memenuhinya. Beliau juga sangat peduli pada mereka, kondisi mereka.

“Fakir miskin” dalam bahasa kita merupakan satu ungkapan untuk menyebut orang tak mampu. Tetapi dalam bahasa asalnya, Arab, fakir dan miskin merupakan dua kata yang berbeda arti. Fakir ialah orang yang tidak punya pekerjaan alias penghasilan, juga tidak punya anggota keluarga yang dapat menutup kebutuhan mereka. Mungkin dia punya penghasilan, tetapi penghasilannya kurang dari setengah kebutuhan mereka. Misalnya, dalam sehari dia butuh Rp 10 ribu, namun penghasilannya hanya Rp 4 ribu atau kurang dari itu.

Adapun miskin ialah orang yang sudah memiliki penghasilan atau memiliki anggota keluarga yang menyuplai mereka. Namun, penghasilan mereka atau suplai anggota keluarga mereka tidak bisa menutup seluruh kebutuhan harian mereka. Misalnya, kebutuhan harian mereka Rp 10 ribu, tapi penghasilan yang ada hanya Rp 5-9 ribu.

Nabi s.a.w. menyuruh kita mencintai mereka. “Cintailah kaum fakir dan duduklah bersama mereka.” (riwayat Al-Hakim An-Nisaburi)

Apabila hati Anda tidak bisa mencintai mereka, paling tidak, janganlah membenci mereka. Janganlah menghinakan mereka. Setidaknya, perlakukan mereka sebagai manusia.

Berbuat baiklah kepada mereka, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT. (Al-Baqarah 83; An-Nisa’: 36) Keluarkan zakat Anda dan berikan pada mereka. Fakir dan miskin dalam Al-Quran ditempatkan dalam urutan teratas di antara orang-orang yang berhak menerima zakat.

Dalam Al-Quran terdapat pujian kepada orang-orang yang mau memberi makan dan santunan kepada kaum papa. Allah berfirman, “Dan mereka memberi makan atas cintanya pada orang miskin, anak yatim dan tawanan. Sungguh kami memberi makan pada kalian karena Allah semata, dan kami tidak mengharapkan imbalan, tidak pula mengharap ucapan terima kasih.” (Al-Insan: 8) Sebaliknya, orang yang tidak peduli pada kaum miskin dikecam sebagai pendusta agama. (Al-Ma’un: 1 dan 3)

Pada hari raya mereka berhak mendapatkan zakat fitrah supaya tidak kelaparan di saat orang-orang lain berbahagia. Supaya kelaparan tidak menghalangi mereka berbaur dalam kebahagiaan. Namun faktor kebahagiaan mereka di hari raya bukan hanya makan, melainkan juga baju baru dan lain-lain. Apa yang dilakukan orang-orang atau kelompok tertentu untuk mengulurkan santunan kepada mereka di hari-hari menjelang Lebaran (entah baju baru atau uang) merupakan sesuatu yang patut diapresiasi. Hal-hal demikian tentu sangat besar artinya bagi kaum fakir miskin.

Artikel Terkait



Posting Komentar

Ruang Corat-coret......GRATIS!

Pengikut

  © ABUTIAR BLOG Copyright 2009

Back to TOP